Rain Cloud

Rabu, 07 September 2016

doa para pelaut yanng tabah- sapardi djoko damono

selamat malam! saya tiba-tiba teringat tentang ujian praktek bahasa indonesia saat SMP dulu. waktu itu,  saya memilih membacakan sebuah puisi. Dan puisi itu sampai hari ini masih sangat membekas di hati saya. puisi itu adalah..



Doa Para Pelaut yang Tabah
karya :Sapardi Djoko Damono


Kami telah berjanji kepada sejarah
Untuk pantang menyerah
Bukankah telah kami lalui pulau demi pulau selaksa pulau
Dengan perahu yang semakin mengeras
Oleh air laut

Selalu bajakan otot kami Ya Tuhan
Yang tetap mengayuh entah sejak kapan
Barang akan memutih rambut kami ini
Satu demi satu merasa letih dan tersungkur mati
Tapi berlaksa anak-anak kami yang setia yang akan memegang dayung serta kemudi
Menggantikan kami

Kamilah yang telah mengeyuh perahu-perahu Makasar dan Bugis
Sebab kami telah bersekutu dengan sejarah
Untuk menundukkan lautan

Lautan yang diam adalah sahabat kami
Dan lautan yang memberontak dalam prahara dan topan adalah alasan yang paling baik
Untuk menguji kesetiaan kami padamu
Barang kali beberapa orang pecah tulang-tulangnya,tapi anak-anak kami yang setia
Segera mengubur mereka di laut, dan melanjutkan perjalanan yang belum selesai ini

Biarlah kami bersumpah pada sejarah Ya Tuhan
Untuk membuat bekas-bekas yang tak terbatas
Di lautan



wah, seneng banget kalau baca ini lagi... semoga bermanfaat :) 
!!!

Senin, 05 September 2016

contoh cerpen remaja












Selamat pagi!

belakangan ini materi bahasa indonesia saya adalah membuat cerpen.
 saya ingin berbagi sebuah cerpen yang saya tulis untuk tugas bahasa indonesia saya. semga dapat memberi inspirasi!





Tentang Bekal yang Diberikan Padaku



***
“Rasya!!!”
Aku terlalu banyak membuang energi hari ini. Terlalu banyak bermain sepak bola dan berlari mengelilingi lapangan pada saat jam pelajaran Olahraga.
“apa?” anak perempuan yang kupanggil berseru galak.
Aku mendekati tempat duduk anak itu, “Laper”
“terus?” Rasya tetap tak peduli dengan ekspresi memohonku.
“Ayolah, minta bekal”
Rasya melotot,”enak aja, dari kemarin bekalku buat kamu terus. Bukannya aku udah bilang kalau bekal ini buat siapa yang paling cepat bilang ke aku tadi malam?”
“aku nggak bawa bekal, nih, laper banget… tadi habis main bola sambil latihan, aduduh lapernyaaa”
“Nggak nanya.”
“Yaudah,” aku baru saja mendapat ide.”eh Rasya”
“apa lagi?” dia terlihat jengkel padaku.
Aku tersenyum menang,”Hei semuanya! Mulai hari ini, bekalnya Rasya buat aku! Pokoknya setiap aku butuh, bekal itu aku klaim jadi milikku! Jadi selama nggak butuh, terserah buat siapapun. Tapi yang jelas, hari ini bekalnya Rasya buatku! Setuju?”
Beberapa teman hanya menganggap seruanku angin lalu. Kebanyakan hanya bilang “ya, ya, terserah kamu aja”,”gaje banget”,”iya Ar, iya” dan semacamnya. Tapi aku serius tentang ucapanku barusan. Kulihat Rasya menatapku dengan berbagai macam ekspresi. Kombinasi antara kaget, jengkel dan sebal. Aku membalasnya dengan tersenyum jahil. Coba saja kalu dia kembali menolak permintaanku.
“yaudah terserah kamu aja. Aku nggak mau ambil pusing.”  Dia mengambil satu kotak bekal dari tas jinjingnya yang berwarna merah, dan menyerahkannya padaku.
“yey, makasih deh. Nanti kalau aku menang, kalau diwawancarai media, aku bakal bilang,’ terimakasih kepada teman saya yang bernama Rasya, yang selalu memberikan bekal pada saya yang penuh asupan gizi seimbang, berisi karbohidrat,protein, mineral,dan—“ perkataanku terhenti karena dipukul Rasya menggunakan tempat pensilnya,”berisik, sana pergi ah”
Aku tertawa, pergi membawa bekal itu sebelum dilempar Rasya menggunakan botol minum.
***
Pertama kali datang ke sekolah ini enam bulan yang lalu, aku langsung jatuh cinta pada lapangannya. Itu tidak seperti lapangan sekolahku dulu. Lapangan disini begitu terlihat segar. Rumput yang dipangkas teratur, pohon-pohon besar yang memayungi tepi, dan luasnya yang membuat para siswa, terutama anak-anak perempuan mengeluh. Lapangan ini sangat cocok untuk latihan. Terutama untuk berlatih lari. Juga sangat nyaman untuk…tidur dibawah pohon.
Selain lapangan, yang membuatku merasa diterima disini adalah penghuni kelas. Yah, walaupun tidak semuanya dapat dicontoh kelakuannya(baca=kelakuan anak SMA), namun karakter para siswa disini sesuai dengan gaya bertemanku. Juga, ada satu anak yang ingin aku bahas. Namanya Rasya, anak perempuan yang galak. Dia lumayan pintar dalam akademik, juga tahu tentang olahraga. Dia anak yang baik. Tapi aku nggak pernah melihatnya dekat dengan siapapun, baik laki-laki maupun perempuan. Ada sesuatu yang membuatnya terus menjaga jarak.
 Dia juga mempunyai kebiasaan unik yaitu selalu membawa bekal makan siang ganda. Awalnya aku tak abis pikir mengapa dia melakukannya. Namun setelah dia memberi penjelasan, aku dapaat menerima itu meskipun dengan banyak pertanyaan. Katanya, dulu saudaranya tinggal dirumahnya, lalu sekarang tidak lagi. Makanya ibunya terlalu terbiasa membuatkan dua bekal makan siang. Bekal itu selalu dia beri pada teman-teman yang membutuhkan, atau teman yang tidak membawa bekal. Dan dia juga menolak segala bentuk pembayaran untuk itu. Pernah kuusulkan bisnis catering saja, malah dibalas dengan galak. Dia juga suka pulang sore. Seringkali, setelah aku selesai berlatih, masih kudapati dia di kelas. Kadang mengerjakan tugas, kadang membaca novel, kadang menonton film sendirian dengan laptop. Dia selalu menolak untuk pulang bersama yang lain, dan selalu bersemangat jika ada tambahan pelajaran, kerja kelompok, ataupun kegiatan sepulang sekolah yang lain. Katanya sih, agar tidak ada tanggungan setelah pulang kerumah. Tapi jawaban itu hanya berlaku untuk pertanyaan ‘kenapa kamu mengerjakan tugas di sekolah?’ dan tidak berlaku untuk pertanyaan-pertanyaan seperti ‘kenapa kamu menonton film sampai sore?’ ‘kenapa kamu tidak pernah pulang awal?’
Mungkin salah satu alasan dia selalu tidak ramah padaku adalah, aku selalu cerewet bertanya tentang kebiasaan-kebiasaannya. Memang aku salah, semua orang punya privasi yang tidak bisa diketahui orang lain. Tapi masalahnya aku sungguh penasaran. Kebiasaan itu terlalu aneh dimataku.
***
Seperti yang kuduga, anak itu masih di kelas dengan laptopnya. Dia terlihat begitu serius, jadi aku memilih untuk mengagetkannya. Kutepuk kedua bahunya pelan dari belakang.
“AA!” Rasya berteriak terkejut, dan segera memasang ekspresi sebal setelah melihatku.
“menyebalkan,” gerutunya.
Aku tertawa,”salah sendiri menonton film horror sendirian, udah mau malam lagi”
“sekarang jam berapa?”
Aku melirik pergelangan tanganku,”setengah enam sore”
“Hah?! Udah jam segitu?” dia terlihat panik dan terburu-buru membereskan peralatannya.
Aku hanya melihat tanpa ingin membantu membereskan. Lagian, ini pemandangan langka. Rasya yang kukenal tidak pernah terburu-buru. “kenapa sih? Biasanya juga pulang sore”
“iya tapi nggak pernah sampai jam segini. Aduh gimana, jalan kerumah lewat kuburan. Kalau gelap nyeremin apalagi tadi habis nonton film begituan”
“salah siapa nonton horror. Silahkan tanggung sendiri resikonya,” aku berjalan ke bangkuku. Mulai bersiap pulang.
“doain aku selamat,” Rasya memasang helm di kepalanya, dia memang membawa motor sendiri.”aku duluan,Ar”
Aku mengangguk,”hati-hati”
Setelah memastikan semua barang sudah masuk kedalam tas, aku melihat sesuatu yang ganjil. Ada sebuah benda diatas meja yang dipakai Rasya.
Smartphone. Bagaimana bisa dia meninggalkan hal sepenting ini? Harus kuapakan?
“Ar, belum pulang?” salah satu teman dari kelas sebelah menyapa di ambang pintu.
“iya ini mau pulang,” aku berjalan keluar.”ada hape temen ketinggalan. Baiknya diapain?”
“kira-kira dia butuh banget hape itu nggak?”
Rasya sering memainkan hapenya,”iya deh kayaknya”
“anterin aja, kalau bisa. Takutnya ada hal penting”
“iya tapi aku nggak tau rumahnya”
“hapenya siapa sih?”
“Rasya. Kenal?”
“ooh Rasya, kita sekelas waktu kelas sepuluh dulu. Aku tau daerah rumanya” lalu dia menjelaskan arah kerumah Rasya.
“oke makasih. Aku langsung aja”
Langit telah menampilkan semburat jingga. Pertanda hari ini akan segera ditutup.
Rumah Rasya sulit dicari. Perlu lima kali bertanya sampai tahu dimana letak rumah itu. Aku mamarkirkan motor diluar gerbang. Ada motor yang sering dipakai Rasya sekolah di halaman, jadi aku yakin ini rumahnya. Aku mengetuk pintu.
“ya?” seorang wanita sekitar empat puluh tahunan membuka pintu.
“ooh, teman Rafa ya?”
Entah aku yang salah dengar,atau beliau yang salah ucap, tapi aku mencari Rasya.
“ehm… Rasya-nya ada ?”
“ooh, sini masuk dulu nak” aku mengikuti perintahnya.
“Rafa-nya belum pulang, katanya ada latihan buat kompetisi lari begitu. Kalau Rasya lagi diatas. Sebentar, ibu panggilkan”
Aku tidak tahu tentang siapa itu Rafa dan mengapa ibu ini membicarakannya.
Tak lama, Rasya datang dan terkejut lagi melihatku.
“Rasya, kamu temenin temannya Rafa dulu sampai dia pulang ya. Biasanya bentar lagi juga pulang.Rafa itu suka pulang sore. Biasnya dia pulang bareng Rafa tapi hari ini malah Rasya pulang duluan,hehehe, Ibu kebelakang dulu.”
Aku semakin bingung. Dan kulihat ekspresi Rasya menjadi muram.”tidak usah membicarakan Rafa di depan temanku Ma,”
Tapi mamanya Rasya sudah terlanjur kebelakang.
Rasya menatapku.”kamu ngapain kesini?”
“ekhm.. main aja” sepertinya dia belum menyadari kalau ada barangnya yang tertinggal.jadi kujahilin sekalian.
Rasya berdecak,”bohong. Kurang kerjaan banget sore gini cuma main. Pasti ada urusan kan?”
Aku tersenyum,”iya”
“apa?”
“coba tebak,”
“aku serius Arda, dan kalau urusanmu udah selesai silahkan pulang” Rasya berkata serius. Ada sesuatu yang membuatnya tidak suka jika aku lama-lama disni, atau, ada sesuatu yang dia tutupi.
Sebelum aku menjawab, mama Rasya kembali keruang tamu dan membawa segelas teh hangat.
“duduk dulu nak, siapa?”
“Arda tante”
“iya nak Arda, minum teh dulu. Rasya nggak nyuruh duduk ya? Sini duduk dulu. Sya,kok Rafa nggak pulang-puang ya? Kenapa tadi kamu nggak bareng? Aduh,” mama Rasya masuk kedalam sambil mengutak-atik handphone nya. Menelepon Rafa,mungkin.
saku celanaku bergetar. Ternyata handphone Rasya yang berbunyi.
Mama is calling…
“itu… kenapa hapeku ada di kamu?” Rasya merebut handphonenya dari tanganku, lalu menutup panggilan.
“itu kan mamamu--?”
“apa urusanmu disini udah selesai?”
“aku tadi… mau ngembaliin hapemu ketinggalan di kelas”
Rasya sedikit memaksakan senyumnya,”makasih”
Aku mengangguk-angguk. Suasana dirumah ini terasa canggung.
“Rasya! Rasya! Kamu tahu Rafa dimana? Baru saja mama telefon malah dimatikan. Aduh, dia kemana saja ? jam segini belum pulang…”mama Rasya berseru panik.
Aku memperhatikan Rasya. Dia hanya menatap mamanya tanpa berkata apapun. Aku tidak mengerti. Bukannya tadi mamanya menelepon Rafa? Namun nomor itu masuk ke hape Rasya. Rasya menoleh padaku,”pulanglah, orangtuamu nanti khawatir.”
Aku menelan ludah. Nada bicara itu belum pernah kudengar darinya sebelumnya.
 Aku mengangguk dan mengucap maaf serta terimakasih. Sebelum aku keluar dari rumah itu, sempat kulihat sebuah foto. Foto keluarga Rasya. Dengan seorang anak laki-laki yang kira-kira sebaya denga Rasya. Aku seperti pernah melihatnya. Tapi dimana?
***
            Ketika aku berangkat ke sekolah esok harinya, sekotak bekal sudah ada di atas mejaku. Aku reflek langsung menoleh kearah Rasya, yang sedang menyibukkan diri dengan novelnya,
            “Sya –“
            Aku ragu ketika dia langsung merespon panggilanku dengan tatapan yang dia berikan padaku saat menyuruhku pulang kemarin sore.
            “makasih bekalnya.”
            Rasya hanya mengangguk singkat. Aku merasa tidak enak. Apa dia kesal karena aku mengganggu sorenya kemarin? Tapi bukankah kejadian sore itu wajar? Yang tidak wajar adalah sikapnya pada ibunya. Aku merasa…. Aneh.
            sepulang sekolah, aku iseng-iseng bertanya pada Rasya ketika kelas sudah sepi dan aku baru akan berlatih.
            “Sya, Rafa itu saudaramu yang ada di foto keluarga diruang tamu ya? Kelihatannya sebaya. Dia sekolah dimana?”
            “hah?”
            “iya aku Tanya beneran. Soalnya kayak pernah lihat gitu”
            “kenapa Tanya soal Rafa?”
            “karena—‘ aku kehabisan kata-kata.
            “kamu nggak kenal Rafa kok.”Rasya membereskan barang-barangnya, padahal sekarang baru tiga puluh menit setelah pulang sekolah.”aku pulang duluan” lalu dia keluar kelas, bersamaan dengan teman yang mengajakku berlatih. Ada sesuatu tentang kehidupan Rasya yang membuatku ingin mengetahuinya.
            Kelas sudah gelap saat aku kembali untuk mengambil tas. Hari ini seragam untuk kompetisi minggu depan dibagikan. Tadi senior bilang kalau tahun lalu pernah ada yang mendapat perunggu di tingkat nasional. Jadi target tahun ini adalah lolos ke tingkat nasional.
            Ada sebuah dering di kelas. Jangan-jangan ada lagi yang hapenya ketinggalan? Kenapa harus aku yang ada di tempat kejadian? Kan males banget kalau harus mengantar kerumah seperti kemari—eh, ini hapenya Rasya ketinggalan lagi? Dia sengaja meninggalkan hapenya atau bagaimana sih?
            “permisi,” kali ini aku berharap bukan mama Rasya yang membukanya.
            “Arda?” syukurlah, Rasya yang membukakan.
            “nih, hapemu ketinggalan lagi.” Aku menyerahkan hape kepada Rasya.
            “seragam kompetisi?”
            Aku tersenyum lebar,”iya” memang, setelah dibagikan, aku langsung memakainya hingga sekarang belum kulepas.
            Rasya menoleh kekanan dan kekiri, seperti mengawasi sesuatu,”pulanglah. Mamaku sedang ke warung sebentar Nanti kalau mamaku datang, kamu bakal ditahan dulu dirumah seperti kema—“
            “Rafa?”
            Raut Rasya mengeras. Aku menoleh kebelakang.
            “Rafa? Kamu pulang nak?”
            Rafa? Siapa? Dengan siapa beliau berbicara?
            “maaf tante, tapi saya Arda.” Aku menjawab sopan. Mama Rasya malah mendekatiku sambil berkaca-kaca,”Rafa? Kamu pulang nak? Kenapa kamu tidak pernah pulang?”
            Aku membeku. Mama Rasya memelukku. Aku tidak bisa melakukan apapun.
            “lepaskan Ma, dia bukan Rafa” Rasya berkata tegas.
            “maksud kamu apa? Jelas-jelas dia Rafa”
            “bukan tante, saya teman Rasya, saya Arda”
            “ayo maksud nak,” mama Rasya tidak mendengarkanku, beliau menarikku masuk kedalam rumah.
            Aku menatap Rasya tidak mengerti, sekaligus meminta pertolongan. Kulihat tangannya mengepal.
            “Mama! Dia bukan Rafa!”
            Mama Rasya melepas tanganku seketika. Menatap Rasya.
            “apa maksudmu nak? Dia kakakmu, Rafa…”
            Rasya menarik tanganku, membawaku untuk berdiri di sebelahnya,”berhentilah menunggu Rafa pulang ma, aku mohon. Rafa tidak akan pulang lagi” suaranya bergetar.
            “kenapa? Rumahnya tidak kemana-mana, dia pasti pulang” mama Rasya terisak.
            “berhentlah berpura-pura ma. Aku nggak mengerti, ya Tuhan.. ini bahkan sudah hampir satu tahun. …Kenapa mama tetap lupa kalau Rafa sudah meninggal?”
            Mama Rasya menutup wajahnya sambil menangis lebih keras,dan masuk sambil membanting pintu.
            Rasya melepas genggaman tangannya, mengambil nafas panjang.
            “maafkan aku,”dia menyeka sudut matanya yang basah,”maaf kalau kamu harus mengalami hal seperti ini.”
            “bukan salahmu,” aku tidak dapat berfikir jernih. Kejadian sore ini, dan sore kemarin,, banyak hal yang tidak kumengerti.
            “kenapa mamamu mengiraku Rafa? Bukankah kami pernah bertemu kemarin?”
            “itulah yang membuatku cepat-cepat menyuruhmu pulang Ar,” dia mengacungkan jari telunjuknya padaku,”baju itu…”
***
            Seketika semuanya menjadi lebih jelas.
            Kata-kata mama Rasya waktu itu…
            “Rafa-nya belum pulang, katanya ada latihan buat kompetisi lari begitu.
            Kata-kata senior tadi saat latihan,
            “Tahun kemarin kita bisa sampai dapat perunggu di nasionl lho, berarti tahun ini target minimal harus masuk final.”
            “perunggu? Siapa? Dia masih di klub lari ini?”
            Ekspresi mereka berubah,”sayangnya enggak Arda, dia udah nggak di sini”
            “pindah sekolah?”
            Mereka menggeleng,”dia kecelakaan, terus, yah, kamu tau.”
            “aku.. nggak tau sebelumnya, maaf”
            “nggakpapa. Tapi berkat dia, sekolah kita pertama kalinya bisa menonjol di bidang olahraga. Fotonya masih ada kok. Di ruang tamu sekolah. Liat aja, kalau dia masih ada sekarang baru kelas sebelas kayak kamu”
            Aku menepuk dahi, kenapa aku tidak bertanya namanya pada senior? Bisa jadi yang dimaksud itu kan bukan Rafa. Tapi, bisa jadi itu memang Rafa. Juga ditambah kata-kata Rasya tadi,
            Kenapa mama tetap lupa kalau Rafa sudah meninggal?”
            “itulah yang membuatku cepat-cepat menyuruhmu pulang Ar,” dia mengacungkan jari telunjuknya padaku,”baju itu…”
            Baju yang kupakai tadi ketika kerumah Rasya, baju untuk lomba. Pasti baju yang sama seperti yang dipakai Rafa dulu.
            Aku harus  memastikannya.
            Esok harinya, setelah pulang sekolah,aku langsung melesat ke ruang tamu sekolah. (Niatnya berangkat sekolah mau langsung kesitu tapi ternyata ada tamu.) Memang benar, disana ada foto-foto siswa berprestasi yang dipampang sekaligus bidak prestasinya. Aku terpaku pada satu foto.
            Rasya benar, aku memamng tidak mengenalnya karena bari enam bulan aku bersekolah disini. Tapi aku benar kalau aku pernah melihatnya. Disini. Dan namanya lengkapnya mirip dengan Rasya. Hanya saja namanya Rafa.
            “Arda?”
            Aku menoleh.
            “eh. Rasya?”
            Akhirnya kami duduk di taman sekolah.
            “jadi, kamu udah tau Rafa ya?”
            Aku diam saja. Tidak enak menjawab dengan kata-kata apapun.
            “maafin mamaku kemarin,”
            “nggak papa, bukan salah kamu kok”
            Rasya menggeleng,”seharusnya kamu nggak usah kerumahku. Karena belum ada yang pernah main kerumahku lagi setelah Rafa meninggal. Dan aku lupa melarangmu, jadi kejadian seperti itu harus ada”
            “jadi,Rafa beneran orang yang fotonya ada di ruang tamu sekolah itu?”
            Rasya mengangguk.
            “oh ya? Kenapa kamu tahu kalau tadi aku disitu?”
            “sebenernya aku nggak tau kamu disitu. Kebiasaanku emang kesitu setiap pulang sekolah”
            Setelah itu hening sesaat. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Rasya tiba-tiba berdiri, berjalan tiga langkah kedepan, dan sambil membelakangiku dia berkata,
            “aku heran kenapa kamu nggak bertanya kenapa aku selalu pulang sore dan selalu bawa dua bekal makan siang.”
            Aku tersadar. Aku sampai lupa tentang fakta itu.
            “oh ya, aku lupa tanya itu”
            “jawaban untuk kedua pertanyaan itu sama. Kamu tau maksudku kan?”
            “mamamu?”
            “iya.” Dia masih tetap membelakangiku,”apa kamu tetap membiarkan temanmu main kerumah dengan kondisi mamamu seperti itu? Enggak kan? Aku tau kamu pasti sekarang pandanganmu agak beda padaku kan? Aku tau dan aku nggak ingin”
            Aku masih diam, karena merasa Rasya akan melanjutkan penjelasannya.
            “dan soal bekal, dulu Rafa selalu meminta dibawakan bekal. Dan itu menjadi kebiasan bagi mama untuk membuatnya. Setelah Rafa meninggal, kebiasaan itu tetap berlanjut. Jangan kira aku nggak mencoba mengingatkan mama. Segala cara udah aku lakukan agar mama sadar, kalau Rafa udah nggak ada. Tapi mama tetap nggak mau mendengarku dan bersikap seolah-olah dia masih ada. Itu.. sakit “ Rasya tersenyum sedih.
            Aku mengiyakannya. Walau aku tidak bisa merasakan apa yang dilaluinya, setidaknya aku mengerti. Sakit jika setiap hari harus mengingat tentang orang yang telah tidak ada.
            “itu sebabnya aku menghindari di rumah lama-lama. Aku menyerah. Aku nggak tau lagi harus gimana. Mama membawakan dua bekal, aku terima aja.“
            “lalu papa mu?”
            “dia sibuk. Meski aku tau papa masih merasa sakit kehilangan Rafa, tapi dia menyikapinya dengan cara yang lebih baik. Menyibukkan diri, dan hanya pulang di akhir pekan.”
            “apa kamu nggak kesepian?”
            Rasya menoleh padaku,”pertanyaan itu, retoris banget tau”
            Aku menelan ludah. Maksud tatapannya itu,iya aku kesepian, Ar.
            “kamu masih punya aku… ma-maksudnya kamu masih punya teman kan?” aku merutuk dalam hati. Bagaimana bisa kata-kata “kamu masih punya aku” terucap begitu saja? Ambigu yak an?
            Rasya sedikit tersenyum,” iya Ar, iya”
            “Tapi,”
            “kenapa?”
            “kenapa kamu nggak memberitahu siapapun soal ini?”
            Raut wajahnya sedikit berubah,”siapa bilang? Anak kelas tahu kalau Rafa saudaraku dan dia udah enggak ada. Bukannya aku udah sering menjelaskan tentang bekal itu kan? Saudaraku enggak tinggal dirumah lagi. Menurutku mereka paham dan nggak mengungkit soal itu lagi. Cuma kamu yang terus-terusan tanya dikelas”
            Eh? Aku jadi ngerasa bersalah,”maaf, aku kan, nggak dari awal sekolah disini”
            Rasya mengangguk,”aku paham”
            “apa, apa ada yang bisa kulakukan buat membantumu?”
            “ha? Membantu apa? Aku nggak minta bantuan kok.”
            Aku menggeleng,”kamu butuh bantuan. Kesalahanmu, kamu nggak bilang soal mama mu ke siapapun, jadi kamu menanggung semuanya sendiri”
            “sama siapa? Aku… kamu, emang bisa menceritakan kondisi mamamu yang depresi parah sama semua temanmu?”
            “aku nggak bilang semua teman kan? Cukup satu aja tapi siap membantu kamu”
            “itu semua nggak per—“
            “aku.” Aku memotong kata-kata Rasya cepat. Bagaimanapun, aku telah melihat sisi lain dibalik Rasya yang selama ini aku kenal. Dan ternyata dia sangat membutuhkan teman.
            Rasya melihatku dengan tatapan meragukanku.
            Aku mengelus tengkuk,” ya… karena kamu udah menceritaan masalah pribadimu ke aku. Dan kukira harusnya aku membayarnya dengan sesuatu atau apalah.”
            “ya ampun Arda nggak perlu repot-repot”
            “ya… krena aku tau kamu butuh bantuan sebenarnya, nggak harus menghilangkan depresi mamamu, tapi kamu butuh seseorang buat bercerita. Aku kan udah bilang tadi” aku mengangkat bahu.
            Rasya mengangkat bahu,”terserahlah”
            Aku tersenyum. Karena aku tahu, didalam hatinya, dia pasti menerima permintaanku.
            “kalau gitu aku butuh bantuan,”katanya lagi.
            “sebutin aja”
            “tapi ini harus dipenuhi.”
“iya iya, sebutin aja” aku percaya Rasya ngak akan meminta diluar kesanggupanku.
“kamu nggak boleh dapat perunggu di kompetisi”
Aku hampir terjatuh dari bangku,”maksudnya?”
“ya dapat emas. Perak deh, perak nggak papa. Gimana?” Rasya nyengir.
“itu kan susah….”
“ya makanya usaha, aku bantu usahanya”
“lho, padahal tadi aku yang mau membantu, malah dibalik.”
“yaudah, yaudah, kita saling membantu oke? Kamu dapat emas,nanti aku akan tunjukin ke mama kalau kamu bukan Rafa. Soalnya Rafa kan Cuma sampai perunggu. Gimana? Setuju?”
Kulihat mata Rasya menjadi berbinar. Aku harus membantunya kan? “iya setuju”
“oke. Oke. Makasih Ar”
***
Sejak saat itu, kami menjadi lebih sering bersama. Memang tidak mudah menghilangkan sebuah kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun. Tapi, kami harus membantu ibu Rasya melakukannya.  Aku juga sekarang paham mengapa dulu dia tidak dekat dengan siapapun. Dalam anggapannya, menjadi dekat berarti dia harus terbuka,dan menceritakan kehidupannya pada orang itu, dan dia tidak menginginkannya. Meski kerap aku dapati derai air mata yang keluar jika terjadi sesuatu pada waktu dirumah Rasya, atau jika dia bercerita jika ibunya semakin bertambah berlebihan,tapi aku harus memastikan agar dia tahu,agar dia selalu bisa terbuka, agar dia selalu bisa tersenyum, dia selalu punya ak—eh punya teman untuknya bersandar.
Ekhm.. soal bekal makan siang, bekal Rafa sudah sepenuhnya menjadi milikku, omong-omong.
***
TAMAT











Purwokerto,20 Agustus 2016




Minggu, 04 September 2016

Awan

Selamat pagi!

kali ini saya akan membahas tentang salah satu materi pelajaran disekolah yang saya sukai. Yaitu geografi, tepatnya tentang Awan.
 Sekarang saya akan membagi ilmu yang baru saya dapat kepada teman-teman semua. Semoga informasi yang saya bagikan dapat bermanfaat bagi semua,:)

selamat membaca


AWAN
  

Pengertian
Awan adalah kumpulan uap air dan kristal es pada udara di atmosfer. Atau bisa disebut kumpulan tetesan air atau kristal es di dalam atmosfer yang terjadi karena adanya pemandatan atau pengembunan uap air yang terdapat di dalam udara setelah melampaui keadaan titik jenuh. Kondisi awan dapat berupa cair, gas, atau padat dan sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu.


Proses Terbentuknya Awan
  
  Apabila udara panas, lebih banyak uap terkandung di dalam udara karena air lebih          cepat menyebar. Hingga tiba di suatu lapisan dengan suhu rendah, uap itu akan mencair dan terbentuklah awan.Apabila awan telah terbentuk, titik air dalam awan akan menjadi semakin besar dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya tarikan bumi menariknya ke bawah. Hingga turunlah titik hujan.Namu jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap dan lenyaplah awan itu.

Pembagian Jenis Awan 

Pembagian jenis awan atau taksonomi awan dibedakan menjadi lima, yaitu:

  1. Awan tinggi 
     terdapat pada ketinggian 3-18 km. Awan jenis ini terdiri dari kristal-kristal es . Yang termasuk awan jenis ini adalah:

    a. Cirrus 
        Awan jenis ini halus, berstruktur seperti serat,atau seperti bulu burung. Awan ini tersusun seperti pita di langit dan seakan-akan nampak bertemu di horizon, serta terdapat kristal-kristal es. Awan Cirrus tidak menimbulkan hujan.
      

b.Cirrostratus 
Bentuknya seperti kelambu putih yang halus dan rata menutup langit. Awan ini sering menimbulkan halo atau lingkaran bercahaya yang mengelilingi matahari atau bula

c. cirrocumulus 
Awan jenis ini terputus-putus dan penuh dengan kristal es sehingga bentuknya seperti segerombolan domba dan sering menimbulkan bayangan.


  1. Awan Menengah
    terdapat pada ketinggian 2-8 km. Yang termasuk awan menengah adalah :

     a. Altocumulus
     Berukuran kecil-kecil,tetapi banyak. Biasanya berbentuk bola yang agak tebal berwarna pucat dan bergerombol.

b. Altostratus
 Berukuran luas dan tebal. Berwarna kelabu, dan cenderung dapat menghalangi sinar matahari dan bulan.  Awan ini menghasilkan hujan apabila cukup tebal, terbentuk pada senja dan malam hari serta menghilang di pagi hari.

  1. Awan Rendah

     terdapat pada ketinggian kurang dari 2 km. Yang tergolong awan rendah yaitu :

a.Stratocumulus
Berbentuk seperti bola-bola yang sering menutupi seluru langit sehingga tampak seperti gelombang ombak. Lapisan awan ini tipis sehingga tidak menimbulkan hujan. Awan ini berwarna putih/kelabu yang terbentuk pada senja dan petang apabila atmosfer stabil.

b. Stratus
Awan rendah yang sangat luas. Lapisannya melebar seperti kabut dan berlapis-lapis.

c.Nimbostratus
Awan ini bentuknya tidak menentu, dan tak beraturan. Awan ini hanya menimbulkan hujan gerimis. Berwarna kelabu dan penyebarannya di langit cukup luas. 


  1. Awan Vertikal  
Atau awan yang terjadi kakarena udara naik. Terdapat pada ketinggian antara 500-1.500 m. 

a. Cumulus

Merupakan awan tebal dengan dengan puncak-puncak yang agak tinggi. Terbentuk pada siang hari ketika udara naik. Bila terkena sinar matahari pada salah satu sisinya, akan terbentuk bayangan berwarna kelabu

b. Cumulonimbo/ cumulus nimbus
Dapat menimbulkan hujan disertai kilat dan guntur. Awan ini bervolume besar, berposisi rendah, berpuncak tinggi dan melebar. 




  1. Kabut  
Kabut adalah awan yang rendah dan dekat dengan permukaan bumi. Jenis-jenis kabut adalah sebagai berikut:

a. Kabut sawah
adalah kabut yang terjadi pada malam atau pagi hari ketika cuaca terang dan udara dingin melalui selokan, sungai, atau sawah. Karena air bersuhu lebih panas, maka suhu udara akan naik dan kesanggupan memuat air bertambah sehingga terjadi penguapan. Tetapi, setelah sampai di daratan agak tinggi,udara tersebut endingin dan mengalami kondensasi membentuk kabut.

b. Kabut adveksi
adalah kabut yang terjadi karena udara panas yang mengandung uap air mengalir melewati daerah dingin, sehingga terjadi kondensasi dan membentuk kabut.

c. Kabut industri
adalah kabut berwarna kehitaman yang terdapat diatas wilayah industri akibat kumpulan asap pabrik. Kabut ini berbahaya jika sering terhirup.

d. Kabut pendinginan.
adalah kabut yang terjadi pada malam hari dan udara terang karena pendinginan lapisan udara yang terjadi mencapai kelembapan relatif 100%.



Yah, itu pembahasan mengenai Awan dan taksonominya.  mohon maaf apabila terdapat kesalahan kepenulisan maupun kesalahan kesalahan yang lain karena saya masih dalam tahap belajar dan masih duduk di bangku sekolah.

semoga dapat membantu dalam mengerjakan tugas ataupun dalam belajar.
:D